Bag IV. Budaya hilang, wisatawan hilang? Masalah?

      Halo teman-teman sobat mai melajah, semoga selalu sehat dibawah perlindungan Tuhan ya! dalam kesempatan ini saya ingin memaparkan kekhawatiran saya, yang sampai sekarang saya sendiri juga bingung apakah kekhawatiran saya ini nyata adanya atau hanya halusinasi saja. Rasa khawatir yang saya miliki muncul ketika saya menyusuri sudut daerah pariwisata kuta bersama teman saya, ketika itu jalanan disana sangat macet. Waktu itu saya gak sempet ngefoto jalanan, tapi kurang lebih beginilah pemandangan yang saya lihat. 


(Suasana jalan dikuta, Source: businessvisit.com)
     Kala itu saya merasa seperti tidak berada di pulau bali, karena ornamen-ornamen keaslian bali sudah tertutupi diantara toko-toko yang memiliki design modern dan maju. Sayapun berkhayal apa yang akan terjadi apabila pulau kita yang tercinta ini terus tumbuh secara modern mengejar cahaya dengan meninggalkan kearifan budayanya dibawah tanah? Mengerikan! itulah hal yang saya bayangkan. 


"Memangnya salah Bali bergerak kearah yang lebih modern?" 

(Villa modern, source: thestartingvillabali.com)
        Apakah salah pulau bali tumbuh dengan modern? tentu saja tidak salah. Saya bukan tipikal individu yang menolak perkembangan jaman bahkan saya sangat mencintai berbagai macam fasilitas yang ditawarkan yang dihasilkan dalam dunia modern ini, selain itu saya pernah mewawancarai seorang wisatawan asing yang sedang bersantai dipantai sanur, ketika itu saya sedang latihan wawancara untuk menjadi surveyor di kegiatan pertemuan IMF 2019. Pertanyaan yang saya berikan kepada wisatawan tersebut adalah "Apa yang membuat tuan mencintai bali, dan kenapa tuan memilih pantai sanur?" wisatawan ini lalu menjelaskan kenapa dia dan orang-orangnya senang berkunjung ke Bali ini karena di Bali terdapat segala macam pariwisata baik dari budaya sampai yang ke modern.


(Ilustrasi Wisatawan Asing, source: info publik)


"If you love loud music, club parties, crowds you can go to Kuta or Seminyak"
-Jika kamu mencintai musik keras, party club dan keramaian kamu bisa pergi ke Kuta atau seminyak-

"If you want to enjoy soothing music and a relaxed atmosphere you can go to Canggu"
-Jika kamu ingin menikmati musik yang santai dan atmospfir yang santai kamu bisa pergi ke canggu-

"If you want to enjoy Balinese culture you can go to Ubud"
-Jika kamu ingin menikmati budaya bali, kamu bisa pergi ke Ubud-

"And this is Sanur, the place I love because of its silence."
-Dan disinilah sanur, tempat yang saya cintai karena kesunyiannya-

"BALI HAVE EVERYTHINGS!" -BALI MEMPUNYAI SEGALANYA-

      Dari sini dapat kita lihat sebenarnya modernisasi pulau Bali tidaklah buruk, jika demikian lalu dimana letak kengerian yang saya rasakan? Secara sederhana saya berpikir bahwa manusia pada umumnya lebih senang untuk mengunjungi sesuatu tempat baru yang sangat berbeda dari tempat asalnya. Orang di kota cenderung akan lebih senang mengunjungi tempat wisata yang ada di pedesaan karena dikota mereka tidak bisa mendapatkan nuansa dan rasa yang diberikan di desa, begitu juga sebaliknya orang di desa cenderung akan lebih senang mengunjungi tempat wisata di kota karena mereka dapat menikmati fasilitas kota yang tidak dapat mereka nikmati di desa. 


     Untuk apa pergi mengunjungi tempat yang sudah familiar? lebih baik nikmati dikota sendiri. Pemikirian sederhana inilah yang membuat saya merasa ngeri. Saya bertanya kepada wisatawan asing yang pernah saya temui di pantai kuta (kebetulan dia sangat mencintai kuta), saya bertanya kepada dia "Jika di daerah asal anda sudah lebih modern disegala hal, kenapa anda pergi ke Bali untuk menikmati sesuatu yang anda dapat nikmati di tempat asal anda" lalu dia menjawab "Karena di Bali segalanya murah". 
      Kengerian saya ada di jawaban ini, bayangkan jika di masa depan nanti Bali tumbuh secara modern dan meninggalkan gelar pulau seribu dewata yang dimilikinya apa yang akan membuat Bali berbeda dari pulau lainnya? jika harga barang di pulau bali sudah tidak murah lagi apa yang akan menjadi alasan dan dasar untuk wisatawan asing pergi ke Bali? sayapun terdiam ngeri dalam khayalan saya sendiri. 

"BALI KETINGGALAN JAMAN"
    Bukanlah hal yang saya ingin sampaikan atau implementasikan dalam tulisan ini, namun saya berpendapat bahwa pertumbuhan Bali ke arah yang moderen harus memiliki suatu kekuatan yang bersifat unik dan dapat membuat bali tetap terasa autentik (asli). Sehingga apapun dinamika yang ada Bali tetap bisa mempertahankan eksistensinya dipanggung dunia. 

(Foto bali jaman jadul, source: pekraman purantara bugbug)


      Apalagi kekuatan yang dapat membuat kita bisa tetap unik dan autentik ditengah berbagai dinamika yang ada? menurut saya tentu saja jawabannya adalah kebudayaan Bali itu sendiri. Kebudayaan Bali tidak hanya mencakup tentang sebatas Tari-tarian dan gambelan saja akan tetapi juga mencakup kepada berbagai ilmu pengetahuan tradisional misalnya obat-obatan dan berbagai ajaran yang mengatur manusia untuk hidup dalam perilaku yang baik. Ajaran ini diturunkan dari masa ke masa melalui berbagai macam media baik verbal maupun literasi. Menurut saya semua kebudayaan inilah yang membuat kita menjadi unik dan autentik dimata dunia.
    Lega yang cukup saya rasakan ketika tau pemerintah memiliki niat baik untuk mempertahankan keasilan budaya Bali. 
 

Niat ini dapat kita lihat bersama didalam,


PERGUB NO 80 TAHUN 2018
Perlindungan dan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra bali serta penyelenggaraan bulan bahasa bali

"Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pelindungan bahasa, aksara, dan sastra Bali."

"Bahasa Bali digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi oleh pegawai, guru, tenaga kependidikan, peserta didik dan masyarakat di lingkungan lembaga pemerintahan dan lembaga swasta pada hari Kamis, Purnama, Tilem, dan Hari Jadi Provinsi pada tanggal 14 Agustus."

"Aksara Bali wajib ditempatkan di atas huruf Latin dalam penulisan nama tempat persembahyangan, lembaga adat, prasasti peresmian gedung, gedung, lembaga pemerintah, lembaga swasta, jalan, sarana pariwisata, dan fasilitas umum lainnya."

"Penyelenggaraan bulan bahasa bali"

     Bagi saya niat yang sudah dilakukan oleh pemerintah ini sangatlah baik, dengan peraturan ini kita bisa melakukan modernisasi sembari tetap mempertahankan keunikan dan autentikan yang kita miliki.  

(Fisik & Rohani, Source: Republika)

     Menurut saya budaya itu mirip seperti badan manusia ada fisik dan jiwanya. Point pertama, kedua dan ketiga saya rasa merupakan pelestarian secara fisik. Berkat tiga point tersebut secara fisik kita dapat melihat baik penggunaan bahasa bali pada hari kamis maupun aksara bali diberbagai gedung (baik milik pemerintah atau swasta dari bangunan tradisional sampai modern). Fisik saja tidak bisa membuat manusia untuk menjadi hidup, perlu adanya jiwa dalam fisik tersebut agar manusia bisa hidup dengan baik. Budaya juga sama, untuk membuatnya hidup tidak bisa hanya dengan merenovasi fisiknya namun perlu juga dengan memperkuat jiwanya.

(Budaya menulis lonthar, source: balipost)

          Maksud dari memperkuat jiwa dari budaya adalah mengajak masyarakat Bali untuk lebih mendalami pemaknaan dari budaya yang mereka miliki, bukan hanya sebatas 'Melestarikan budaya' namun memahami isi dan konteks dari budaya itu sendiri (akan saya bahas di bagian selanjutnya tentang penggunaan busana adat bali). Pengadaan bulan bahasa bali merupakan hal yang bagus, karena disini sepengetahuan saya para siswa di segala tingkat pendidikan akan melaksanakan kegiatan perlombaan bahasa namun menurut saya ini masih kurang. Kenapa kurang? karena pada lomba siswa hanya dituntut untuk menjadi yang terbaik dan biasanya yang dikirim lomba hanya siswa yang berbakat di bahasa (yang tidak berbakat tidak akan berpartisipasi). 
       
        Saya biasanya masuk kedalam golongan yang tidak berbakat hehehe, bersama teman-teman tidak berbakat lainnya kamipun sering menyaksikan lomba-lomba dibulan bahasa. Tidak banyak yang kami dapat mengerti dari lomba-lomba tersebut, kami hanya bengong melihat penampilan mereka berfokus pada kepintaran mereka dalam berbahasa dengan tidak memahami konten atau pokok materi yang mereka lombakan. padahalkan yang penting disini adalah sastra yang dibawakan dalam lomba tersebut, serta bagaimana sastra itu dapat bermanfaat untuk kita semua. 
            Bayangkan jika dalam bulan bahasa bali diadakan mini pentas drama atau wayang yang menggambarkan isi sastra itu sendiri, atau adakan seminar tentang fakta-fakta ilmu sastra yang secara ilmiah bermanfaat baik untuk manusia. Bukankah akan menjadi lebih keren? dan diminati kaum milenial dijaman sekarang? 


Undang mungkin wayank cenkblong untuk datang ke sekolah-sekolah menjelaskan sastra dalam media wayang berbahasa bali feat indonesia. Saya percaya jika pendekatan tersebut dilakukan maka jiwa budaya bali akan kembali merasuk kedalam badan masyarakatnya. Sulit dan ribet untuk dilakukan? sudah jelas sulit. Tapi jika kita bertahan hanya sebatas pengadaan lomba itu juga akan merugikan dan membuang2 waktu saja, karena faktanya  toh orang seperti saya yang tidak berbakat tidak pernah dapat merasakan dampak dari event tersebut. 
          Jika fisik sudah ada dan jiwa sudah tertanam didalam fisik tersebut saya yakin bali akan menjadi pulau yang berjaya dimasa depan dan mampu menghadapi persaingan pariwisata dalam skala global (tentu dengan syarat lainnya yang mesti terpenuhi dalam bidang tourism). 


        
Previous
Next Post »