Bag III. Pelestarian Busana Adat di Bali

   
   (Source : https://asset-a.grid.id/)

   Halo sobat maimelajah, semoga kalian selalu sehat dan sejahtera ketika membaca tulisan saya. Tulisan kali ini akan menceritakan keresahan saya pribadi dalam melihat kebudayaan Bali yang memudar seiring dengan maju dan cepatnya perkembangan jaman yang ada. Keresahan saya memuncak ketika saya tersadar bahwa memudarnya kekuatan kebudayaann Bali ini terjadi bukan karena orang asing yang membawa pengaruh budayanya namun karena masyarakat lokalnya sendiri. 

"Lah, kenapa karena masyarakat lokalnya sendiri ?"

    Ya karena masyarakat lokalnya sendiri saja masih mempertanyakan kebudayaannya. Saya beropini demikian berdasarkan percakapan sederhana yang saya lakukan dengan teman-teman. Percakapan ini terjadi ketika pemerintah menetapkan PERGUB NO 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, sebelum lanjut biarkan saya memberi tau sedikit gambaran mengenai Peraturan Gubernur ini (supaya sobat bisa nyambung dengan cerita yang saya bagikan wkwk). 

"PERGUB NO 79 Tahun 2018"
tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali
Memuat

1. Lembaga Busana Adat Bali baik Pemerintah maupun Swasta harus menggunakan Busana Adat Bali dalam lingkungan kerjanya pada Hari Kamis, Purnama, Tilem & Hari Jadi Provinsi pada tanggal 14 Agustus sesuai dengan jam kera masing-masing.

2. Busana untuk laki-laki meliputi: destar (udeng), baju, kampuh, selendang, dan kamen.

3. Busana untuk perempuan meliputi: kebaya, kamen, selendang (senteng) dan tata rambut rapi.

4. Peraturan ini dikecualikan apabila tugasnya mengharuskan untuk menggunakan seragam khusus tertentu atau karena alasan keagamaan. 

5. Masyarakat adat Nusantara lainnya yang tinggal di provinsi dapat menggunakan Busana Adat Bali atau busana adat daerah masing-masing

Lanjut ke cerita utama...

      Banyak dari teman saya yang mengeluhkan yang saya terima seperti "Kenapa Busana Adat Bali? Pemerintah tidak tau apa menggunakan pakaian ini panas?", "Kenapa Busana Adat Bali? hari kamis udah belajar di Sekolah capek, sekarang harus berbusana adat lagi, super capek!" & "Kenapa Busana Adat Bali? Gak ada gunanya berpakaian seperti ini, tidak ada bedanya pakaian adat dengan biasa hanya buat ribet saja". Saya sangat sedih dengan keluhan-keluhan yang mereka paparkan.

Apakah salah mereka mengeluh demikian??

        Tentu tidak, apa yang mereka keluhkan itu wajar dan memang benar sesuai dengan fakta yang ada. Kesedihan saya muncul bukan karena saya mendengar keluhan yang mereka paparkan namun karena tidak ada satupun dari mereka yang mengeluh, mampu untuk menjelaskan sisi baik dan tujuan dari berbusana Adat Bali. Bener-bener sedih, sedihnya pakai banget dah!


Apakah kalian tau tujuan penggunaan busana Adat Bali?

Saya rasa mayoritas dari kalian akan berfikir atau menjawab "Ya, untuk melestarikan budaya Bali lah". Melestarikan budaya Bali memang jawaban yang sangat benar akan tetapi dalam tulisan ini saya ingin sobat menyelam lebih dalam lagi. Apa yang membuat sebuah budaya layak untuk dipertahankan dan dilestarikan? Apakah semua budaya layak untuk dipertahankan? 



Ini adalah opini saya
(jika sobat punya opini lain bisa disampaikan dikolom komentar)


"Budaya yang layak dipertahankan adalah budaya yang baik secara harfiah (sesungguhnya) maupun secara makna, dapat membimbing manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya "

Busana Adat Bali memang secara harfiah tidak memberikan manfaat kepada penggunanya penggunanya, misalnya dengan menggunakan busana Adat Bali maka kita bisa bekerja lebih cepat atau mungkin untuk sobat yang masih berstatus siswa, belajar dikelas dengan busana Adat Bali tidak akan mempercepat proses kalian dalam mencerna pelajaran yang diberikan oleh guru. Bagaimana jika kita melihat penggunaan Busana Adat Bali ini dari segi makna yang terkandung didalamnya? Mari coba kita sama-sama telusuri. 


Makna Busana Adat Bali
(Saya menggunakan diri saya sendiri sebagai peraga, jadi tolong abaikan wajahnya ya)

Laki-Laki

Destar (Udeng)
     Destar (udeng) sebenarnya terdiri dari 3 jenis yaitu jejateran (yang dipakai orang umum), udeng dara kepak (dipakai oleh raja), dan udeng beblatukan (Pemangku). Kita akan mengulas makna dari udang jejateran terlebih dahulu karena udeng ini yang paling sering digunakan oleh masyarakat Bali. 

  1. Terdapat sebuah simpul yang berada di tengah2 (diantara dua mata) yang bermaknakan bahwa manusia harus bisa memusatkan pikiran yang dimilikinya. Ujung simpul menghadap keatas yang maknanya kita harus selalu ingat kepada Tuhan yang mahakuasa. 
  2. Terdapat dua bidak (kanan & kiri) dimana bidak kiri lebih rendah dari bidak kanan yang bermakna bahwa manusia harus lebih banyak berbuat kebaikan dari pada berbuat yang buruk. 
  3. Udeng diikat melingkar dibagian kepala yang mengandung makna bahwa kita harus mampu mengikat dan mengendalikan pikiran kita (mengendalikan pikiran baik dan buruk)
  4. Bidak dan simpul juga bermakna sebagai siklus hidup manusia bidak kiri yang rendah memiliki makna penciptaan manusia (lahir ke dunia), simpul tengah bermaknakan kehidupan (hidup di dunia), dan bidak kanan lebih tinggi bermaknakan kematian (kembali ke Sang Pencipta). Dengan mengingat siklus kehidupan kita akan bisa untuk lebih menghargai waktu. 
(Foto udeng raja)
     Untuk udeng dara kepak yang digunakan raja hanya memilikit tambahan penutup kepala yang bermakna bahwa raja harus selalu melindungi rakyatnya serta kain menjulur kebawah yang bermakna bahwa raja harus selalu ingat untuk memperhatikan kehidupan rakyat bawah dan bersikap rendah diri. 


   Udeng beblatukan tidak memiliki bidak, menutupi kepala, dan memiliki sampul dibelakang dengan ujung ikatan sampul menghadap kebawah. Yang bermakna bahwa pemangku tidak boleh terikat dengan segala hal yang berbau duniawi, harus menjaga pikirannya agar tetap suci dan bersih, dan makin merunduk atau rendah hati ketika ilmu yang dimilikinya semakin tinggi. 

Baju (Kweca)

    Orang jaman dahulu di Bali sebenarnya tidak menggunakan baju yang saat ini kita gunakan, orang jaman dahulu menggunakan saput sampai setinggi dada yang bermakna menutup ego dan kesombongan yang ada dalam diri seiring perkembangan budaya saput setinggi dada diganti dengan menggunakan baju yang sopan, santun, bersih dan rapi.



Kampuh 
    Kampuh digunakan diluar kamen, pada laki-laki kampuh ini bermakna untuk menutupi kejantanan yang merupakan simbolisasi dari hawa nafsu.

Selendang
  Penggunaan selendang yang diikat ini bermaknakan laki-laki harus bisa untuk mengendalikan hal-hal buruk dari dalam dirinya. Menggunakan simpul hidup disebelah kanan

Kamen
     Penggunaan kamen digunakan melingkar berlawanan arah jarum jam dari kiri kekanan yang bermakna tugas seorang laki-laki adalah sebagai pemegang kendali atas kebenaran/dharma atau iman. Tinggi kamen sejengkal dari telapak kaki (membuat langkah laki-laki menjadi panjang sehingga langkah yang diambil lebih sedikit) mengandung makna bahwa laki-laki sebagai pemimpin harus mampu mengambil keputusan jangka panjang dengan baik (keputusan jangka panjang jarang terjadi, namun berdampak sangat besar jika salah memilih). Kancut menghadap kebawah dan sebaiknya menyentuh tanah mengandung sebuah makna yaitu penghormatan kepada bumi pertiwi (alam semesta), ujung kancut runcing menyimbolkan kejantanan. 

Perempuan
Baju Kebaya


    Sama dengan laki-laki baju kebaya yang sopan, santun, bersih dan rapi digunakan sebagai simbol untuk menutupi ego dan kesombongan diri. 

Kamen 




       Kamen digunakan melingkar dari kiri ke kanan yang menandakan perempuan sebagai pasangan dari laki-laki harus mampu menjaga laki-laki agar tetap bisa melangkah dijalan kebenaran/kebaikan. Tinggi kamen adalah setelapak tangan dari bawah kaki (membuat langkah wanita menjadi pendek sehingga langkah yang diambil lebih  banyak) yang memiliki makna bahwa wanita mengambil peranan dalam mengerjakan tugas-tugas kecil yang jumlahnya cukup banyak untuk mendukung mewujudkan keputusan jangka panjang yang sudah dibuat laki-laki.

Selendang (senteng) 


   Selendang yang digunakan diluar baju memiliki makna bahwa perempuan harus senantiasa mampu membenahi diri sendiri maupun laki-laki agar tetap melangkah sesuai jalan kebenaran.


Kesimpulanya apa?

     Kesimpulan umum dari penggunaan busana adat bali adalah untuk mengingatkan kita umat manusia untuk selalu menjunjung tinggi pengendalian diri, berbuat baik dan saling melengkapi dalam menjalani kehidupan. Saya rasa kita semua harus mulai melihat manfaat penggunaan busana adat bali dari perspektif kacamata yang melihat busana adat bali secara makna, bukan dari perspektif kacaramata yang melihat secara harfiah. Saya berharap kita dapat merubah diri, dari yang masih berfikiran:

"Busana bali tidak membuat saya lebih produktif ketika bekerja"
"Busana bali tidak memberikan perubahan pada tubuh saya ketika bekerja" 
"Busana bali ribet membuat saya malas dan kepanasan ketika bekerja" 

Menjadi :

"Busana Bali ini saya gunakan untuk mengingatkan diri akan pengendalian diri, berbuat baik dan saling melengkapi (membantu) dalam menjalani kehidupan ini"

  Ingat dengan Sat Kerthi yang sudah kita bahas dalam postingan sebelumnya? didalamnya terdapat Jana Kerthi yang berarti menjaga keseimbangan diri sendiri. Keseimbangan dalam diri dapat kita capai dengan rutin melakukan pengendalian diri serta memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Saya pribadi merasa penggunaan busana adat bali sudah sesuai dengan konsep ini (kalau kita melihatnya secara makna ya).

     Penggunaan pakaian ini satu minggu sekali pada hari kamis juga bukanlah perihal yang terlalu merepotkan dan justru hal yang baik untuk mengingatkan kita agar senantiasa ingat untuk melakukan peningkatan kualitas hidup dari dalam diri sendiri. 
     Saya sangat berharap kita sebagai masyarakat lokal mau untuk menghargai dan mengapresiasi budaya yang kita miliki saat ini, sehingga budaya ini tidak punah. Melestarikan tidak hanya dengan "Tau" namun juga karena mampu memahami secara mendalam "makna" dari sebuah budaya itu sendiri. Selain  menjawab pertanyaan "Kenapa harus menggunakan busana adat bali" saya juga ingin membagi opini saya tentang beberapa pertanyaan yang sering beredar ketika peraturan penggunaan busana adat bali dikeluarkan (semoga bisa menjawab keresahan kalian ya)


Pertanyaan 1
"Yang beda adat & agama bagaimana?"

      Menurut saya pribadi saya rasa tidak ada yang salah dengan berpakaian busana adat bali apapun agamanya, karena makna yang terkandung didalam pakaian tersebut bersifat universal dan mengarahkan manusia untuk hidup lebih baik. Saya teringat pertanyaan teman yang berbeda agamanya dari saya, dia menanyakan permasalah busana adat bali yang dikenakan perempuan "Kak arie, tapi pakaian kebaya kan terkesan memamerkan aurat apakah tidak masalah?" saya jawab saya dengan sederhana "Ya tentu masalah bagi perempuan yang agamanya melarang dia untuk memperlihatkan aurat, tapi apakah budaya bali mewajibkan kita untuk berkebaya memperlihatkan aurat? tentu tidak bukan?" seperti yang telah saya paparkan dalam tulisan ini syarat kebaya yang digunakan haruslah sopan, santun, bersih dan rapi. 
      Parameter kesopanan dan kesantunan ini akan berbeda-beda dari tiap manusia karena manusia sangatlah beragam. Gunakanlah kebaya yang kesopanan dan kesantunannya sesuai dengan parameter sobat sendiri, saya rasa diluar sana banyak juga penjahit yang bisa membuat design kebaya yang menutupi aurat dan meminimalisir lekukan badan. Yang saya ingin tekankan dalam tulisan ini adalah bukan untuk memaksa sobat berpakaian busana adat bali, pesan yang ingin saya sampaikan adalah terdapat banyak cara yang bisa sobat lakukan untuk menghargai budaya tidak peduli agama apapun yang sobat anut saya percaya sobat tetap bisa berkontribusi dalam menjaga budaya yang ada di dalam suatu daerah. 

Pertanyaan 2
"Bukannya peraturan penggunaan busana adat bali terlalu  memaksa kami yang berbeda adat & agama?"

     Saya memang memberikan sebuah pendapat bahwa busana adat bali tidak masalah digunakan oleh berbagai macam adat dan agama namun bukan berarti saya memaksa sobat untuk menggunakan busana adat bali, sobat tetap bebas untuk menentukan pilihan. Pemerintah juga demikian, peraturan penggunaan busana adat bali dibuat untuk mengajak masyarakat bali untuk menghargai budaya bali tetapi tidak memaksa masyarakat yang berbeda adat & agama untuk mengikutinya. Perlu sobat ketahui pertama peraturan ini dikecualikan apabila tugasnya mengharuskan untuk menggunakan seragam khusus tertentu atau karena alasan keagamaan dan yang kedua masyarakat adat Nusantara lainnya yang tinggal di provinsi dapat menggunakan Busana Adat Bali atau busana adat daerah masing-masing. Sangat jelas bukan? tidak ada pemaksaan sama sekali dalam peraturan ini. 

      Dalam tulisan ini saya sangat ingin menyampaikan kepada semua sobat sekalian bahwa budaya memiliki manfaat yang kuat pada peningkatan kualitas hidup kita sebagai manusia, jika kita sudah mengetahui makna dan tujuan dari keberadaannya. Tulisan yang saya buat selanjutnya akan mengajak kalian semua untuk lebih memahami secara mendalam manfaat dari sebuah kebudayaan dalam menjaga ekonomi pulau dewata ini. Untuk itu sobat jangan kemana-mana ya!  

Previous
Next Post »