Pasar Dan Lembaga Keuangan - Bank Secara Umum

       I.      Pengertian & Sejarah Bank 


A. Pengertian Bank
Dilihat dari asal katanya, bank berasal dari bahasa Italia “banca” yang artinya bangku. Bangku inilah yang pada mulanya dipergunakan untuk tempat tukar menukar uang antarpedagang dari berbagai negara. Usaha banca ini kemudian berkembang tidak sekedar melayani tukar-menukar uang saja, tetapi juga menerima titipan uang pedagang. Titipan ini lama-kelamaan menumpuk, sehingga banca berusaha meminjamkannya kepada pedagang atau orang lain yang membutuhkannya. Akhirnya usaha banca menjadi penyalur uang dari pedagang yang kelebihan uang kepada pedagang atau orang lain yang memerlukan uang.
Banca yang semula merupakan usaha person (pribadi) kemudian dilembagakan, sehingga muncullah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, serta melayani jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lembaga keuangan ini kemudian disebut bank. Di Indonesia menurut UU No. 10 Tahun 1998, bank diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa bank adalah suatu lembaga keuangan sebagai tempat penitipan atau pe-nyimpanan uang, penyalur atau perantara kredit, pencipta uang giral, dan pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran serta sebagai pengedar uang.

B. Sejarah Singkat Bank
Usaha perbankan itu sendiri dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno dan Romawi. Kegiatannya semula hanya sebatas kegiatan menukarkan uang, yang pada saat itu hanya dilakukan antarkerajaan. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan perbankan berkembang menjadi tempat penitipan uang dan tempat peminjaman uang. Bank-bank yang sudah terkenal saat itu adalah Bank Venesia di Benua Eropa tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genos dan Bank of Barcelona tahun 1320.     
Perbankan di Indonesia berkembang sejak zaman Belanda. Lembaga bank kali pertama didirikan di Batavia pada tanggal 10 Oktober 1827 yang bernama De Javasche Bank. Tujuan didirikannya lembaga perbankan ini adalah untuk meningkatkan perekonomian orang-orang Belanda yang berada di Indonesia. Seiring perkembangan De Javasche Bank, bermunculan bank-bank yang dikelola oleh swasta, seperti bank EscomtoRotterdamsche BankNederland Handelsbank, danInternatio. Bank-bank tersebut bertujuan untuk membantu membiayai kegiatan ekspor dan impor.
Pada tahun 1896, seorang penduduk pribumi yaitu patih dari Purwokerto yang bernama R. Aria Wirya Atmaja mendirikan bank yang diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaar Bank). Tujuan didirikannya bank tersebut adalah untuk membantu para anggotanya agar terhindar dari para rentenir dan tengkulak yang sering memeras.Bank Penolong dan Tabungan ternyata berkembang sangat pesat. Akhirnya oleh pemerintah Belanda, Bank Penolong dikembangkan lagi dan diberi nama Hulp Spaar en Hanbow Credit Bank dan selanjutnya namanya diganti menjadi Algemene Volks Credit Bank. Kemudian, namanya berubah lagi menjadi Bank Rakyat Indonesia. Begitu juga De Javasche Bank, setelah Indonesia merdeka namanya diganti menjadi Bank Indonesia (1951).
Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan, antara lain:
1.   Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI 1946.
2.   Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari DE ALGEMENE VOLKCREDIET bank atau Syomin Ginko.
3.   Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945 di Solo.
4.   Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
5.   Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
6.   Indonesia Banking Corporation tahun 1946 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
7.   NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
8.   Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.

    II.            Jenis dan Fungsi Bank
Jenis bank dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, tidak hanya berdasarkan jenis kegiatan usahanya, melainkan juga mencakup bentuk badan hukumnya, pendirian dan kepemilikannya, dan target pasarnya, jenis bank yang diakui secara resmi hanya terdiri atas dua jenis, yaitu Bank Umun dan Bank Perkreditan Rakyat(BPR).
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari fungsi bank, dan kepemilikan bank. Dari segi fungsi, perbedaan terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dapat dilihat dari segi pemilikan saham yang ada dan akte pendiriannya. Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapakah nasabah yang mereka layani, apakah masyarakat luas atau masyarakat di lokasi tertentu (kecamatan). Jenis perbankan juga diklasifikasikan berdasarkan caranya menentukan harga jual dan harga beli.

A.    Bank Sentral
Bank sentral di indonesia adalah Bank Indonesia (BI). BI merupakan lembaga independen sejak diberlakukan nya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana diubah  dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009. BI memiliki kedudukan sebagai lembaga negara yang independen dan bebas campur tangan dari pemerintah dan pihak lain, kecuali untuk hal-hal diatur Undang-Undang. BI memiliki otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan tugas dan wewenang nya sebagaimana diatur Undang-Undang, kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara. Bank Indonesia selaku bank sentral memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini akan dicapai melalui pelaksanan kebijakan moneter secar berkelanjutan, konsisten, transparan, dan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dibidang ekonomi. Untuk mencapai tujuan nya, Bank Indoenesia didukung 3 pilar yang merupakan bidang tugas nya sebagai berikut :

  • Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
  • Mengtur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
  • Mengatur dan Mengawas Bank di Indonesia
B.     Bank Umum
Bank Umum termasuk salah satu jenis bank yang terdapat dalam perekonomian Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Ditinjau dari segi kepemilikan, bank umum terdiri atas bank milik pemerintah, swasta nasional, swasta asing, dan campuran (swasta dan nasional). Bentuk badan usaha bank umum dapat berupa perseroan, koperasi, atau perusahaan daerah.  

Fungsi-Fungsi Bank Umum

  • Menghimpun dan simpanan dari masyarakat
  • Menyalurkan pinjaman atau kredit kepada masyarakat.
  • Menerbitkan uang giral melalui mekanisme kliring.
  • Mendukung kelancaran mekanisme pembayaran.
  • Mendukung kelancaran transaksi internasional
  • Menyediakan layanan penyimpanan barang berharga.
  • Memberikan jasa-jasa lainnya.


C.     Bank Syariah 
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenis nya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah..  Tujuan perbankan syariah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan ke sejahteraan rakyat. Prinsip-Prinsip bank syariah sebagai berikut :
  • Prinsip Mudharabah, yaitu perjanjian antara dua pihak, pihak pertama sebagai pemilik dana, dan pihak kedua sebagai pengelola dana dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh.
  • Prinsip Musyarakah, yaitu perjanjian antar pihak untuk menyertakan modal dalam kegiatan ekonomi dengan pembagian laba atau rugi sesuai kesepakatan nisbah.
  • Prinsip Wadiah, berdasarkan prinsip wadiah, pihak pertama menitipkan dan atau benda kepda pihak kedua selaku penerima titipan.
  • Prinsip Murabahah, yaitu aka jual beli antara dua pihak yang saling sepakat atas harga jual suatu barang.
  • Prinsip Ijarah, yaitu kegiatan persewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa.
  • Prinsip Kebajikan, yaitu penerimaan dana penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat, infak, sedekah dan lainnya serta penyaluran alwardul hasan.
Fungsi-Fungsi Bank Syariah
  • Memenuhi kebutuhan masyarakat yang menginginkan layanan jasa perbankan berdasarkan prinsip syariah
  • Mendorong pergerakan dana masyarakat yang belum terserap dalam sektor perbankan.
  • Meningkatkan ketahanan sistem perbankan di Indonesia
  • Menyediakan sarana bagi investor untuk melakukan pembiayaan dan transaksi keuangan sesuai prinsip syariah.
  • Memberdayakan masyarakat melalui sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
D.     Bank Perkreditan Rakyat
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Bank perkereditan rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional atau berdasarkan prinsip syariah yang kegiatan nya tidak memberikan jaa dalam lalu lintas pembayaran. Bank perkreditan rakyat merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani sektor usaha mikro kecil, dan menengah.

Fungsi Bank Perkreditan Rakyat
  • menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan.
  • Menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi.
  • Menyediakan layanan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
  • Menerima simpanan dalam bentuk giro
  • Melakukan kegiatan usaha alam valuta asing.
  • Melakukan usaha perasuransian.
  • Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam usaha BPR. 

Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya :
      1.      Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri.
Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Sedangkan bank milik pemerintah daerah (Pemda) terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II. Contoh bank pemerintah daerah adalah BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Sumatera Utara, BPD Sumatra Selatan, BPD Sulawesi Selatan, dan BPD lainnya:

2. Bank milik swasta nasional
Bank jenis ini, seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Akte pendiriannya menunjukkan kepemilikan swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk pihak swasta. Contoh bank milik swasta nasional antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Bumi Putra, Bank Danamon, Bank Duta, Bank Nusa Internasional, Bank Niaga, Bank Universal, Bank Internasional Indonesia.

3.Bank milik Koperasi
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh badan hukum koperasi, contohnya adalah Bank Umum Koperasi Indonesia.

4. Bank milik campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Saham bank campuran secara mayoritas dimiliki oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran antara lain : Sumitono Niaga Bank, Bank Merincop, Bank Sakura Swadarma, Bank Finconesia, Mitsubishi Buana Bank, Inter Pacifik Bank, Paribas BBD Indonesia, Ing Bank, Sanwa Indonesia Bank, dan Bank PDFCI.

5. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

 III.            Aktivitas Bank

·         BANK UMUM
Bank umum atau yang lebih dikenal dengan nama bank komersil merupakan bank yang paling banyak beredar di Indonesia. Bank umum juga memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan BPR, baik dalam bidang ragam pelayanan maupun jangkauan wilayah ope­rasinya. Artinya bank umum memiliki kegiatan pemberian jasa yang paling lengkap dan dapat beroperasi diseluruh wilayah Indonesia.
Dalam praktiknya ragam produk tergantung dari status bank yang bersangkutan. Menurut status bank umum dibagi kedalam dua jenis, yaitu bank umum devisa dan bank umum non devisa. Masing-masing status memberikan pelayanan yang berbeda. Bank umum devisa misalnya memiliki jumlah layanan jasa yang paling lengkap seperti dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan jasa luar negeri. Sedangkan bank umum non devisa sebaliknya tidak dapat melayani jasa yang berhubungan dengan luar negeri.
Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
      1.  Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke­ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah :
a.       Simpanan Giro (Demand Deposit),
Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarik­annya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro..
b.     Simpanan Tabungan (Saving Deposit),
Merupakan simpanan pada bank yang penarikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan tabungan di­lakukan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuitansi atau kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
c.     Simpanan Deposito (Time Deposit),
Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka wak­tu tertentu (jatuh tempo). Penarikannyapun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut.

2. Menyalurkan Dana (Lending)
Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang ber­hasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan Lending. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dila­kukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang menya­lurkannya. Demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang ditawa
Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan.
Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :

 a.     Kredit Investasi
Yaitu merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit jenis ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu di atas 1(satu) tahun.
b.     Kedit Modal Kerja,
Merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha. Biasanya kredit jenis ini berjangka waktu pendek yaitu tidak.lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan dan modal kerja lainnya.
c.     Kredit Perdagangan,
Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar kegiatan perdagangannya. Contoh jenis-kredit ini adalah kredit untuk membeli barang dagangan yang diberikan kepada para suplier atau agen.
d.     Kredit Produktif,
Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal keda atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai.
e.       Kredit Konsumtif,
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi mi­sainya keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun pa­pan. Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor yang kesemuanya untuk dipakai sendiri.
f.       Kredit Profesi,
Merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan profe­sional seperti dosen, dokter atau pengacara.

3.         Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim­panan lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini  ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya.Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :
a.     Kiriman Uang (Transfer). Merupakan jasa pengiriman uang lewat bank. Pengiriman uang dapat dilakukan pada bank yang sama atau bank yang berlainan.. Khusus untuk pengiriman uang keluar negeri harus melalui bank devisa. Kepada nasabah pengirim dikenakan biaya kirim yang besarnya tergantung dari bank yang bersangkutan. Pertimbangannya adalah nasabah bank yang bersangkutan (memiliki rekening di bank yang bersangkutan) atau bukan. Kemudian juga jarak pengiriman antar bank tersebut.
b.     Kliring (Clearing). Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari dalam kota. Proses penagihan le­wat kliring hanya memakan waktu 1 (satu) hari. Besarnya biaya penagihan tergantung dari bank yang bersangkutan.
c.     Inkaso (Collection). Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Proses penagihan lewat inkaso tergantung dari jarak lokasi penagihan dan biasanya memakan waktu 1 (satu) minggu sampai 1 (satu) bulan. Besarnya biaya penagihan tergantung dari bank yang bersangkutan dengan pertimbangan jarak serta pertimbangan lainnya.
d.     Safe Deposit Box. Safe Deposit Box atau dikenal dengan istilah safe loket jasa pelayanan ini memberikan layanan penyewaan box atau kotak pengaman tempat menyimpan surat-surat berharga atau barang-­barang berharga milik nasabah.
e.     Bank Card (Kartu kredit). Bank card atau lebih populer dengan sebutan kartu kredit atau juga uang plastik. Kartu ini dapat dibelanjakan di berbagaf tem­pat perbelanjaan atau tempat-tempat hiburan. Kepada pemegang kartu kredit dikenakan biaya iuran tahunan yang besarnya ter­gantung dari bank yang mengeluarkan. Setiap pembelanjaan memiliki tenggang waktu pembayaran dan akan dikenakan bunga dari jumlah uang yang telah dibelanjakan jika melewati tenggang waktu yang telah ditetapkan.
f.       Bank Notes. Merupakan jasa penukaran valuta asing. Dalam jual beli bank notes bank menggunakan kurs (nilai tukar rupiah dengan mata uang asing).
g.     Bank Garansi. Merupakan jaminan bank yang diberikan kepada nasabah dalam rangka membiayai suatu usaha. Dengan jaminan bank ini si peng­usaha memperoleh fasilitas untuk melaksanakan kegiatannya dengan pihak lain. Tentu sebelum jaminan bank dikeluarkan bank terlebih dulu mempelajari kredibilitas nasabahnya.
h.     Bank Draft. Merupakan wesel yang dikeluarkan oleh bank kepada para nasabahnya. Wesel ini dapat diperjualbelikan apabila nasabah membutuhkannya.
i.       Letter of Credit (L/C). Merupakan surat kredit yang diberikan kepada para eksportir dan importir yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi ekspor-impor yang mereka lakukan. Dalam tran­saksi ini terdapat berbagai macam jenis L/C, sehingga nasabah dapat meminta sesuai dengan kondisi yang diinginkannya.
j.       Cek Wisata (Travellers Cheque). Merupakan cek perjalanan yang biasa digunakan oleh turis atau wisatawan. Cek Wisata dapat dipergunakan sebagai alat pem­bayaran diberbagai tempat pembelanjaan atau hiburan seperti hotel, supermarket. Cek Wisata juga bisa digunakan sebagai hadiah kepada para relasinya.
k.     Menerima setoran-setoran.Dalam hal ini bank membantu nasabahnya dalam rangka me­nampung setoran dari berbagai tempat antara lain, pembayaran pajak, telepon, air, listrik, dll.
l.       Melayani pembayaran-pembayaran.Sama halnya seperti dalam hal menerima setoran, bank juga melakukan pembayaran seperti yang diperintahkan oleh nasa­bahnya antara lain : membayar gaji, deviden, bonus,dll. 
m.    Bermain di dalam pasar modal.Kegiatan bank dapat memberikan atau bermain surat-surat berharga di pasar modal. Bank dapat berperan dalam berbagai kegiatan seperti menjadi : penjamin emisi, wali amanat, pedagang efek, pialang,dll.
·         KEGIATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilaku­kan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut :
  1.  Menghimpun dana hanya dalam bentuk :Simpanan tabungan dan simpanan deposito.
  2. Menyalurkan dana dalam bentuk :Kredit investasi, modal kerja, dan perdagangan.
Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan BPR. Larangan ini meliputi hal­-hal sebagai berikut :
– Menerima Simpanan Giro
– Melakukan Kegiatan Valuta Asing
– Melakukan kegiatan Perasuransian
·         BANK CAMPURAN DAN BANK ASING
Bank-bank asing dan bank campuran yang bergerak di Indonesia adalah jelas bank umum. Kegiatan bank asing dan bank campuran, memiliki tugasnya sama dengan bank umum lainnya. Yang mem­bedakan kegiatannya dengan bank umum milik Indonesia adalah mereka lebih dikhususkan dalam bidang-bidang tertentu dan ada la­rangan tertentu pula dalam melakukan kegiatannya.
Adapun kegiatan bank asing dan bank campuran di Indonesia dewasa ini adalah :
  1. Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran juga mem­buka simpanan.giro dan simpanan deposito namun dilarang menerima simpanan dalam bentuk tabungan.
  2. Dalam hal pemberian kredit yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu saja seperti dalam bidang :perdagangan internasional, bidang industry dan produksi, penanaman modal asing atau campuran, kredit yang tidak dipenuhi oleh bank swasta nasional.
  3. Sedangkan khusus untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat dilaku­kan oleh bank umum campuran dan asing sebagaimana layaknya bank umum yang ada di Indonesia seperti berikut ini : jasa transfer jasa miring, inkaso, jual beli valuta asing, bank draft, safe deposit box, bank garansi,dll.
 IV.            Perkembangan Perbankan di Indonesia
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda.  Pada masa itu De javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeri serta terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Dari waktu ke waktu kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perkembangan faktor internal dan external tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia dapat dikelompokan dalam 4 periode.  Masing-masing periode mempunyai ciri khusus yang tidak dapat disamakan dengan periode lainnya. Deregulasi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan tahun 2000.
Keempat periode tersebut adalah :
1. Kondisi perbankan di Indonesia pada masa orde baru (1980 – 1998)
2. Kondisi perbankan di Indonesia pada masa krisis (1997 – 1998)
3. Kondisi perbankan di Indoneisa pasca krisis
Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut, pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Dampak dari over regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut.

1.      Orde Baru (1980 – 1998)
Pada 1983, tahap awal deregulasi perbankan dimulai dengan penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan pengembangan koperasi dan ekspor.
Pada tahun 1988, pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972. 
Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967.
Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991 (Pakfeb 1991) tentang Penyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif.
Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit.
Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter.
Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha membatasi. Keadaan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat. Nilai kurs sejak tahun 1990 – 1997. Sejak tahun 1990 sampai dengan minggu ke dua Juli 1997 nilai tukar rupiah cukup stabil dan wajar. Pada akhir Desember 1990 kurs antara rupiah dengan dolar Amerika Serikat (kurs tengah) adalah Rp 1.901,00 dan kurs ini mengalami penyesuaian menjadi Rp 2.383,00 pada akhir tahun 1996. kestabilan nilai kurs rupiah berlanjut sampai dengan 11 Juli 1997 dimana nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp. 2.440,00.
Namun dalam minggu kedua Juli 1977 gonjangan terhadap nilai kurs rupiah mulai dirasakan, yang bermula dari jatuhnya mata Uang Bath Thailand. Pemerintah pada tanggal 14 Agustus 1997 melepas bata-batas kurs intervensi. Dengan pelepasan batas-batas kurs intervensi, pemerintah meninggalkan sistem tukar upiah yang mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang murni sehingga nilai tukar kurs rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar.
Dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), antara lain berupa relaksasi ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan munculnya sejumlah bank umum berskala kecil dan menengah. Pada akhirnya, jumlah bank umum di Indonesia membengkak dari 111 bank pada Oktober 1988 menjadi 240 bank pada tahun 19941995, sementara jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat drastis dari 8.041 pada tahun 1988 menjadi 9.310 BPR pada tahun 1996.
Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut, pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Bank Indonesia tetap berdasarkan Undang- Undang (UU) No. 13/1968 tentang bank sentral dan beberapa pasal dalam UU No. 14/1967 tentang perbankan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya terjadi perubahan fundamental karena segala kebijakan yang dilaksanakan Bank Indonesia (BI) dilakukan berdasarkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan pemerintah. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh.
Kondisi perekonomian pada akhir periode 1982/1983 kurang menguntungkan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Kemampuan pemerintah untuk menopang dana pembangunan semakin berkurang, untuk itu dilakukan perubahan strategi untuk mendorong peranan swasta agar lebih besar. Dampak dari over-regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut.
Pada 1983, tahap awal deregulasi perbankan dimulai dengan penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan pengembangan koperasi dan ekspor. Tahap awal deregulasi tersebut berhasil menumbuhkan iklim persaingan antar bank
Banyak bank, terutama bank swasta, mulai bangkit untuk mengambil inisiatif dalam menentukan arah perkembangan usahanya. Seiring dengan itu, BI memperkuat sistem pengawasan bank yang di antaranya melalui penyusunan dan pemeliharaan blacklist yang diberi nama resmi Daftar Orang-Orang yang Melakukan Perbuatan Tercela (DOT) di bidang perbankan. Mereka yang masuk dalam daftar ini tidak boleh lagi berkecimpung dalam dunia perbankan.



2.     Masa Krisis (1997 – 1998)
Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998memaksa pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis.
Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia, Pemerintah, dan juga lembagalembaga internasional berupaya keras menanggulangi krisis tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank lainnya.
Meskipun istilah yang digunakan “deregulasi”, namun tidak berarti bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan di dunia perbankan. Deregulasi lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan dunia perbankan dan pada akhirnya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor riil.
3.     Pasca Krisis
Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi, sehingga memaksa para pelaku usaha dan pengusaha dari berbagai sektor merevisi target pendapatan, pertumbuhan dan rencana bisnis investasinya.
Namun ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi dunia akan terasa pada tahun depan, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang.
Krisis ekonomi global mulai ditandai dengan runtuhnya lembaga keuangan terbesar di dunia asal Amerika Lehman Brother, kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage) dan disusul kebangkrutan industri otomotifnya, seperti General Motor dan Ford. Musibah yang menimpa di Amerika juga serentak dirasakan negara-negara maju Eropa. Maka tak ayal, negara maju saja tidak bisa mengelak dari krisis keuangan global dan apalagi negara berkembang seperti Indonesia.
Ternyata betul saja, dampak krisis sempat memberikan sentimen buruk bagi lembaga keuangan bank dan non bank di Indonesia. Pasar modal dalam negeri juga sempat terkoreksi pada level yang paling buruk dampak menularnya kejatuhan pasar bursa di Wall Street. Terkoreksinya pasar bursa dalam negeri sempat membuat otoritas bursa menutup (suspensi) pasar dalam waktu dua hari. Kepanikan Akibat Rumor Negatif
Muncul kabar dan rumor negatif adanya redemption di pasar modal oleh para investor asing guna menutupi keuangan di negaranya, telah membuat nilai tukar rupiah terus melorot dan jatuhnya indek harga saham gabungan (IHSG).
Akibatnya, kepanikan para nasabah perbankan dalam negeri bertambah dan mereka menilai menyimpan dana di bank sudah tidak aman lagi.
Beberapa kali pemerintah mencoba menyakinkan masyarakat, krisis yang terjadi tidak akan menjadikan perekonomian Indonesia terpuruk sebagaimana yang terjadi di tahun 1998.
Modus yang dilakukan si penyebar rumor likuiditas perbankan nasional ini dengan menyebarkan surat elektronik kepada sejumlah kliennya yang isinya bahwa lima bank dalam keadaan kesulitan keuangan, yaitu Bank Artha Graha Internasional, Bank Bukopin, Bank Century, Bank Panin, dan Bank Victoria. Dengan alasan untuk mengembalikan kepercayaan nasabah dan menjaga dampak sistemik keuangan di Indonesia, pemerintah mengambil alih bank Century melalui Lembaga Penjamin Simpanan dengan menyuntikkan dana hingga Rp2 triliun. Kasus diambil alihnya Century oleh pemerintah telah menjadi tamparan telah bagi Bank Indonesia.
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang.
Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai berkurang, tapi masih menjadi perhatian. Bertambahnya likuiditas perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen.
Kredit investasi juga mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi 42,9 persen, kredit modal kerja tumbuh 39 persen, kredit konsumsi tumbuh 33 persen. Adapun tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) relatif stabil 3,9 persen. Kecukupan modal perbankan (CAR) juga masih tinggi mencapai 16 persen. Risiko kredit dan risiko pasar masih tergolong rendah, namun berpotensi meningkat apabila pemburukan ekonomi global berlanjut. Lebih lanjut Mulyaman memperkirakan, jika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,9-5 persen, pertumbuhan kredit bisa mencapai 15-20 persen di tahun 2009 mendatang. Pejabat senior IMF Perwakilan Indonesia Milan Zavadjil juga menyatakan bahwa sistem perbankan di Indonesia mulai kuat dan memiliki modal serta kinerja bagus yang tercipta karena membaiknya sistem pengawasan perbankan.
Fokus penilaian program ini yaitu mengukur stabilitas sektor keuangan dan potensi kontribusinya bagi pertumbuhan dan pembangunan. Penilaian IMF, katanya termasuk melakukan stress test kekuatan perbankan Indonesia menghadapi kondisi yang paling ekstrim seperti penurunan pertumbuhan ekonomi. Kondisi Ekonomi Perbankan Indonesia 2008-2009 Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi.

    V.            Penggabungan Usaha Bank dan Pembinaan serta Pengawasan Bank

A.    Penggabungan Usaha Bank
Dalam praktiknya penggabungan dalam dunia perbankan tidak hanya bagi bank yang dinilai tidak sehat saja, akan tetapi bank yang sehatpun dapat pula bergabung dengan bank lainnya sesuai dengan tujuan bank tersebut. Sebagai contoh bank dapat bergabung dengan tujuan untuk menguasai pasar. Namun biasanya penggabungan antar bank yang tidak sehat lebih diutamakan.
Terdapat beberapa bentuk penggabungan yang dapat dipilih suatu bank. Pertimbangannya adalah tergantung dari kondisi bank dan keinginan pemilik bank lama. Masing-masing bentuk mempunyai keunggulan dan kerugian sendiri. Tentu saja pemilihan bentuk penggabungan ini didasarkan kepada tujuan perbankan tersebut. Jenis-jenis penggabungan yang dapat dipilih dan yang biasa dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Merger 
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu dari bank yang ikut merger dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dulu. Penggabungan  tersebut dapat dilakukan dengan cara meng­gabungkan seluruh saham bank lainnya yang ikut bergabung menjadi satu dengan bank yang dipilih untuk dijadikan bank yang akan dipertahankan. Biasanya bank hasil merger memakai salah satu nama yang dipilih secara bersama. Sebagai contoh: Bank Maras melakukan merger dengan Bank Menumbing dan disepakati memakai nama Bank Maras, maka nama Bank Me­numbing diganti menjadi bank Maras.
2. Konsolidasi 
Yaitu penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan hank-bank yang ikut konsolidasi tersebut tanpa melikuidasi terlebih dulu. Contoh konsolidasi, misalnya Bank Maras melakukan konsolidasi dengan Bank Menumbing, maka nama kedua bank tersebut dibubarkan dan menamakan bank yang baru, misalnya Bank Mangkol. 

3. Akuisisi 
Merupakan pengambil-alihan kepemilikan suatu bank yang ber­akibat beralihnya pengendalian terhadap bank. Dalam pengga­bungan dengan bentuk akuisisi biasanya nama bank yang diakui­sisi tidak berubah dan yang berubah hanyalah kepemilikannya. Contoh di atas misalnya Bank Maras diakuisisi oleh Bank Menum­bing maka nama Bank Maras tidak berubah dan yang berubah adalah kepemilikannya saja yaitu menjadi milik Bank Menumbing.Usaha penggabungan model di atas sering disebut dengan penggabungan model horizontal. Jenis penggabungan lainnya yang sering dilakukan penggabungan secara vertikal yaitu dengan caramenggabungkan beberapa usaha mulai dari usaha yang bergerak da­lam industri hilir ke usaha yang bergerak dalam usaha industri hulu. Dengan kata lain mulai dari perusahaan penyedia bahan baku sampai dengan perusahaan yang menjual barang jadi dari bahan baku tersebut.
ALASAN PENGGABUNGAN
 Untuk memutuskan bergabung dengan perusahaan lain bukan­lah perkara yang mudah. Keputusan bergabung diambil karena suatu alasan yang sangat kuat. Jadi sebelum melakukan penggabungan badan usahanya, setiap perusahaan tentu mempunyai maksud ter­tentu yang ingin dicapainva. Demikian pula jenis penggabungan yang akan dipilih juga dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan. Terdapat beberapa alasan suatu bank atau suatu perusahaan untuk melakukan penggabungan baik penggabungan secara Merger, Konsolidasi maupun Akuisisi. Alasan yang biasa dipakai yaitu antara lain :
1. Masalah Kesehatan 
Apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia setelah melalui beberapa perbaikan sebelumnya, maka sebaik­nya bank tersebut melakukan penggabungan. Pilihan pengga­bungan tentunya dengan bank yang sehat. Jika bank yang diga­bungkan sama-sama dalam kondisi tidak sehat maka sebaiknya pilihan penggabungan adalah konsolidasi atau dapat pula diakui­sisi oleh bank lain yang sehat.
2. Masalah Permodalan 
Apabila modal suatu bank dirasakan kecil sehingga sulit untuk melakukan perluasan usaha, maka bank dapat bergabung dengan satu atau beberapa bank sehingga modal dimiliki menjadi be­sar. Sebagai contoh Bank Maras hanva memiliki modal 5 milyar dengan 12 buah cabang bergabung dengan Bank Mangkol yang memiliki modal 10 milyar clan memiliki 20 cabang. Gabungan kedua bank tersebut sekarang memiliki modal 15 milyar dan 32 cabang. Dengan adanya penggabungan atau usaha peleburan otomatis lebih mudah untuk mengembangkan usahanya. Yang jelas setelah melakukan penggabungan modal dan cabang dari beberapa bank yang ikut bergabung akan bertambah besar. 
3. Masalah Manajemen 
Manajemen bank yang sembrawut atau kurang profesional se­hingga, perusahaan terus merugi dan sulit untuk berkembang. Jenis bank inipun sebaiknya melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan bank yang lebih profesional yang terkenal dengan kualitas manajemennya.
4. Teknologi dan Administrasi. 
Bank yang menggunakan teknologi yang masih tradisional sa­ngat menjadi masalah. Dalam perkembangan yang sedemikian cepat diperlukan teknologi yang canggih. Untuk memperoleh teknologi yang canggih diperlukan modal yang tidak sedikit. Ja­Ian keluar yang dipilih adalah melakukan penggabungan dengan bank yang sudah memiliki teknologi yang canggih. Demikian pula bagi bank yang kurang teratur dan masih tradisional dalam hal administrasinya, sebaiknya bank melakukan penggabungan atau peleburan sehingga diharapkan administrasinya menjadi lebih baik. 
5. Ingin Menguasai Pasar. 
Tujuan ingin menguasai pasar tidak diumumkan secara jelas kepada pihak luar dan biasanya hanya diketahui oleh mereka yang hendak ikut bergabung. Dengan adanya penggabungan dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah nasabah yang dimiliki bertambah. Tujuan ini juga dilakukan untuk meng­hilangkan atau melawan pesaing yang ada.
Keinginan untuk mengadakan penggabungan bank, baik pengga­bungan secara merger, konsolidasi atau akuisisi dapat dilakukan atas : 
1) Inisiatif bank yang bersangkutan atau 
2) Permintaan Bank Indonesia atau 
3) Inisiatif badan khusus Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dalam melakukan penggabungan, maka pihak perbankan hen­daknya memenuhi beberapa peraturan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Izin untuk melakukan Merger, Konsolidasi atau Akuisisi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 
1) Telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi bank yang berbentuk badan hukum Perse­roan Terbatas atau rapat sejenis bagi bank yang berbentuk lainnya. 
2) Memenuhi rasio kecukupan modal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 
3) Calon anggota Direksi dan Dewan Komisaris tidak termasuk daftar orang yang tercela dibidang perbankan. 
4) Dalam hal akuisisi, maka bank wajib memenuhi ketentuan mengenai pengertian modal oleh bank yang diatur oleh Bank Indonesia.

B.     Pembinaan dan Pengawasan Bank
·         Tujuan
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana
2. Pelaksana kebijakan moneter;
3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
·         Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1.      Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacaraperizinan dan pendirian suatu bank.
2.      Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
3.      Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision).
4.      Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

·         SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut :
Jenis-Jenis Risiko Bank :
o   Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
o   Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
o   Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
o   Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
o   Risiko Hukum
o   Risiko Reputasi
o   Risiko Strategik
o   Risiko Kepatuhan

 VI.            KONSEP BUNGA SECARA UMUM
Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga itu merupakan suatu gejala moneter, maka jelaslah bahwa teori moneter dengan bahagiannya teori tentang bunga menjadi suatu bagian penting dalam teori ekonomi umum, dan politik keuangan menjadi suatu bahagian yang utama dalam politik ekonomi umum (Manullang, 1962).
Bunga sebagai suatu gejala keuangan, tingkatnya ditentukan oleh permintaan kepada uang dan persediaan akan uang. Dengan kata lain, tingkat bunga itu ditentukan oleh dua faktor yakni faktor permintaan terhadap uang dan faktor penawaran akan uang. Faktor permintaan terhadap uang itu oleh Keynes disebut liquidity preference. Jadi, sesuai pendapat Keynes, bunga itu ditentukan oleh liquidity preference dan jumlah uang.
Dalam suatu curve liquidity preference tertentu, bertambahnya jumlah uang akan menyebabkan turunnya tingkat bunga. Dan sebaliknya, turunnya jumlah uang akan menyebabkan naiknya tingkat bunga. Selanjutnya, jika curve liquidity preference mengalami perubahan maka dengan jumlah uang tertentu akan menyebabkan naik turunnya tingkat bunga.
Semakin murah biaya peminjaman uang, semakin banyak uang yang akan diminta oleh rumah tangga dan dunia usaha. Semakin tinggi tingkat bunga Universitas Sumatera Utara 10 semakin besar persediaan dana yang dapat dipinjamkan. Tingkat keseimbangan dari bunga ditentukan oleh perpotongan dari permintaan (Dm) dan penawaran (Sm) dana yang dapat dipinjamkan (Pass dkk, 1994).

Dalam teori, penguasaan moneter dapat mengawasi tingkat bunga dengan mengubah persediaan uang. Jika jumlah uang meningkat dari Sm ke Sm’ maka akan menurunkan keseimbangan tingkat bunga dari i ke i1, dan melalui tingkat bunga, menurunkan juga total pengeluaran dalam perekonomian.
Dengan demikian, secara sederhana suku bunga adalah harga uang. Suku bunga akan naik apabila jumlah uang sedikit dan permintaan terhadapnya besar. Sebaliknya, suku bunga akan turun bilamana jumlah uang besar dan permintaan terhadapnya sedikit.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUNGA
  • Faktor kebutuhan dana
Jika bank sedang kekurangan dana sedangkan permohonan untuk  pinjaman meningkat maka bank akan meningkatkn suku bunga simpanan yang bertujuan untuk segera bisa memenuhi dana tersebut. Dengan meningkatnya suku buka simpanan ini otomatis akan meningkatkan suku bunga pada pinjaman dan sebaliknya.
  • Target Laba
Factor ini khusus pada bunga pinjaman yang disebabkan karena target laba menjadi komponen untuk menentukan besar atu kecil suku bunga pada pinjaman. Apabila laba yang diinginkan besar maka bunga untuk pinjaman juga akan besar begitupun sebaliknya.
  • Kualitas dari Jaminan
Apabilan jaminan yang diberikan semakin mudah untuk dicairkan maka akan semakin rendah bunga kredit yang akan dibebankan.
  • Kebijakan pemerintah
Dalam menentukan bunga baik simpanan atau pinjaman sudah ada batasan maksimal dan minimanya sehingga bank tidak bisa melebihi batasan yang sudah ditentukan oleh pemerintah sehingga bank akan bisa bersaing dengan sehat.
  • Faktor jangka waktu
Suku bunga akan semakin tinggi apabila jangka waktu pinjaman semakin lama. Begitu pun sebaliknya jika jangka waktu pinjaman pendek maka suku bunga juga akan semakin rendah.
  • Reputasi dari perusahaan
Untuk bunga pinjaman, reputasi sebuah perusahaan akan menentukan. Dalam hal ini, bonafiditas akan sangat menentukan dimana biasanya jika perusahaan itu bonafi maka resiko kredit macet di akan relative keci kemungkinannya.
  • Produk Kompetitif
Produk yang kompetitif biasanya suku bunganya rendah karena memiliki tingkat perputaran produk yang tinggi sehingga akan lancar dalam pembayaran nantinya.
  • Hubungan yang baik
Jika nasabah memiliki hubungan baik dengn pihak bank maka penetuan untuk suku bunga akan berbeda dengan nasabah yang lainnya.
  • Faktor Persaingan
Saat dalam persaingan, bank biasanya akan menentukan suku bunga pinjaman di bawah pesaing.
  • Faktor jaminan dari pihak ketiga

Jika pihak yang memberikan jaminan merupakan pihak yang bonafid makan bank akan memberikan beban bunga yang berbeda.
Previous
Next Post »